Thursday, March 22, 2012

OMISOKA, Satu Hari Menjelang Pergantian Tahun

Lonceng Malam Tahun Baru

Dalam masyarakat Jepang hari terakhir dalam satu tahun disebut dengan OMISOKA, atau OTSUGOMORI. Yang dimaksud dengan MISOKA adalah hari terakhir dalam satu bulan. Sedangkan yang dimaksud dengan TSUGOMORI adalah “hari dimana bulan tidak menampakkan diri (bersembunyi), istilah ini berasal dari perubahan pengucapan dari TSUKIGOMORI menjadi OTSUGOMORI. Kedua-duanya menunjukkan hari terakhir dalam satu bulan. Untuk menggambarkan “hari terakhir dalam satu tahun” tersebut bernuansa khusus, maka kedua istilah tersebut sama-sama menggunakan bunyi “O”, yaitu “O-MISOKA” dan “O-TSUGOMORI”

Menyambut Tahun Baru Bersama Keluarga

Pada hari OMISOKA, 31 Desember, Mulai dari Kuil Kekaisaran hingga kuil-kuil di seluruh Jepang menyelenggarakan “OHARAI”, yaitu sebuah ritual yang dilakukan untuk membersihkan diri dari dosa dan kekotoran selama satu tahun. Berbeda dengan tradisi OBON pada musim panas yang kental dengan ajaran agama Buddha, OMISOKA sebagai salah satu rangkaian kegiatan tahun baru kental dengan tradisi Shinto yang bertujuan untuk menyambut kedatangan dewa pertanian (TOSHIGAMI) yang akan menjaga hasil pertanian, serta memberikan berkah umur pada tahun tersebut.
Dahulu, masyarakat menganggap bahwa satu hari akan dimulai pada malam hari hingga pagi, sehingga OMISOKA dianggap sebagai awal tahun baru. Oleh karena itu, pada hari tersebut seluruh anggota keluarga berkumpul untuk menyantap hidangan khusus seperti OZONI dan masakan khas yaitu ikan dengan kepala utuh yang diyakini membawa keberuntungan. Ini disebut dengan “TOSHIKOSHI”. Malam TOSHIKOSHI disebut juga dengan JOYA (除夜, atau malam tahun baru). Dahulu terdapat kebiasaan sengaja tidak tidur sepanjang malam untuk menyambut kedatangan dewa pertanian (TOSHIGAMI). Bila pada malam tersebut sesorang tidur cepat, maka rambutnya akan berubah menjadi putih (uban), kulit akan keriput dan sebagainya.
Salah Satu Hidangan Malam Tahun Baru
Cerita OMISOKA

Adalah Minami TOSA yang menceritakan pengalamannya sejak kecil menyambut datangnya tahun baru. TOSA berasal dari Prefektur IWATE di bagian Utara Jepang. Sekarang tinggal di Prefektur Miyagi. Setiap tahun TOSA pulang ke kampong halamannya sebanyak dua kali, yaitu pada saat tahun baru dan Obon. Berikut penuturan Tosa mengenai rutinitas yang dilakukan sebagai persiapan menyambut tahun baru.
Pada Akhir tahun, TOSA biasanya pulang ke kampung halamannya pada tanggal 29 Desember. Persiapan menyambut tahun baru dimulai pada tanggal 31 Desember. Hal yang selalu dilakukan adalah membersihkan rumah. Biasanya di rumah orang Jepang selalu terdapat KAMIDANA (Altar Shinto) dan BUTSUDAN (Altar Buddha). Kedua Altar ini juga wajib dibersihkan. Tetapi karena di rumah TOSA tidak terdapat kedua altar ini (pengecualian), maka yang dibersihkan adalah seisi rumah, seperti perabotan, ruang tamu, kamar tidur dan sebagainya. Sementara itu, Ibu dari TOSA menyiapkan hidangan khusus akhir tahun yang akan disantap oleh seluruh anggota keluarga pada malam harinya. Sementara itu Ayah dari TOSA membuat replika KAMIDANA sementara yang khusus digunakan untuk menyambut kedatangan dewa pertanian (TOSHIGAMI), berhubung sehari-hari keluarga TOSA tidak menaruh KAMIDANA dan BUTSUDAN di dalam rumah. Alasannya sederhana, karena mereka tidak memiliki agama. KAMIDANA tersebut terbuat dari KAGAMI MOCHI (lihat gambar di bawah), dan diatasnya diletakkan buah jeruk, lalu dihiasi dengan ranting pohon pinus, dan diberi penerangan lilin. KAMIDANA ini akan ditaruh di tiga tempat, tempat pertama adalah Ruang TATAMI, ruangan ala Jepang, tempat kedua adalah lorong di lantai dua, dan tempat ketiga adalah garasi mobil. KAMIDANA yang terbuat dari MOCHI ini selanjutnya akan dimakan setelah tiga hari.
Kagami Mochi
Pada malam hari seluruh anggota keluarga berkumpul dan siap menyantap hidangan khusus akhir tahun menyambut datangnya tahun baru. Sebelum bersantap, Ayah dari TOSA akan mengucapkan sepatah dua patah kata berisi harapan semoga selama setahun ke depan seluruh anggota keluarga terbebas dari sakit ataupun marabahaya. Setelah itu mereka menyantap hidangan yang telah dipersiapkan sejak siang hari. Menjelang tengah malam, sekitar jam 11, seluruh anggota keluarga kembali menyantap hidangan khusus lainnya yaitu Mie Malam Tahun Baru (TOSHI KOSHI SOBA). Menurut TOSA umumnya Mie ini disantap sambil menikmati acara televisi penutup tahun yang sangat popular yaitu,KOHAKU-UTA-GASSEN (紅白歌合戦). Menurut TOSA Setelah itu ada yang melakukan kunjungan awal tahun (HATSUMODE) ke Jinja setelah pergantian tahun, ada juga yang memilih tidur dan melakukan kunjungan di pagi hari. Keluarga TOSA sendiri biasanya melakukan kunjungan tengah malam, tepat pada pergantian tahun.
Mie Malam Tahun Baru, TOSHI KOSHI SOBA
Kegiatan Malam Tahun Baru Sejak Zaman Dahulu

Kegiatan OMISOKA diperkirakan telah berlangsung sejak dahulu, yakni sejak zaman Heian. Pada waktu itu, OMISOKA adalah hari persiapan untuk menyambut kedatangan dewa pertanian (TOSHIGAMI). Tetapi seiring masuknya ajaran Buddha, lahir pula kebiasaan memukul lonceng pada malam tahun baru.
TOSHIKOSHISOBA (Mie (soba) yang diberi nama Mie Malam Tahun Baru) merupakan syair lagu tentang alam pada OMISOKA mulai dikonsumsi sejak zaman Edo. Istilah ini konon berasal dari cerita seorang penyepuh emas yang menggunakan tepun soba untuk menumpulkan sepuhan emas yang berserakan. Dari cerita ini berkembanglah kepercayaan bahwa apabila menyisakan Mie malam tahun baru, maka seseorang tidak dikaruniai keberuntungan (金運).
Selain itu, masyarakat kota pada zaman Edo selalu dikejar-kejar untuk mengembalikan hutang-piutang pada OMISOKA. Hal ini karena banyak orang yang membayar hutang selama satu tahun, dan ingin menyambut tahun baru dengan suasana hati yang juga baru, terbebas dari hutang-piutang. Barangkali belajar dari pengalaman masa lalu tersebut, pada zaman sekarang banyak juga perusahaan yang tutup buku pada bulan Desember, dan bukan pada bulan Maret.

Lonceng Malam Tahun Baru Untuk Menghapus 108 Hasrat Duniawi

Tengah malam pada OMISOKA, di seluruh Otera (kuil Buddha) di Jepang terdengar bunyi lonceng sebanyak 108 kali. Lonceng ini disebut dengan “Lonceng Malam Tahun Baru (JOYA NO KANE”. Yang dimaksud dengan 108 adalah 108 hasrat duniawi dalam ajaran Buddha. Yang dimaksud dengan Hasrat Duniawi adalah “Memperdaya pikiran, dan Menyengsarakan Tubuh”. Dengan bunyi lonceng seluruh Hasrat Duniawi akan hilang satu persatu, sehingga dapat menyambut tahun baru dengan jiwa yang bersih. Lonceng terakhir yaitu yang ke 108 akan dibunyikan setelah pergantian tahun. Ini mengandung makna, semoga tidak tertipu oleh hasrat duniawi selama satu tahun kedepan.
JOYA no KANE, Lonceng Malam Tahun Baru

Dikuti dari berbagai Sumber.

| Free Bussines? |

No comments:

Post a Comment