Friday, March 23, 2012

Memaknai Tahun Baru


Bagi rekan-rekan yang belum pernah berkunjung ke Jepang, atau belum pernah mengetahui tradisi Perayaan Tahun Baru di Jepang barangkali akan terheran-heran apabila suatu saat memiliki kesempatan melewatkan tahun baru di Jepang. Bagi sebagian kita, Malam Tahun Baru disambut dengan sangat meriah. Seperti contoh di Medan tempat penulis berdomisili, setiap pergantian tahun jalanan akan menjadi sangat ramai. Bunyi terompet terdengar memekakkan telinga. Para pemuda berkeliling kota mengendarai mobil dan sepeda motor. Barangkali belakangan mulai ada trend naik sepeda, walaupun penulis belum pernah menyaksikan sendiri. Suasana seperti ini tidak akan kita temukan di Jepang. Pada malam pergantian tahun, orang-orang Jepang lebih memilih berkumpul di dalam rumah bersama seluruh anggota keluarga, menyantap hidangan khusus sambil menikmati acara televise yang juga disajikan secara khusus. Mengapa demikian ? Berikut ulasannya.

Tahun Baru adalah nama lain dari bulan Januari. Bagi Masyarakat Jepang Tahun Baru merupakan kegiatan menyambut kedatangan TOSHIGAMI-SAMA (Dewa Pertanian) yang konon bertugas memberikan hasil panen berlimpah pada tahun tersebut. Tradisi merayakan Tahun Baru berbeda-beda di setiap daerah, begitu juga mengenai lama perayaannya. Ada yang merayakannya sampai tanggal 3 Januari, dengan alasan tanggal 4 Januari adalah jadwal kerja secara resmi dari pemerintah. Ada pula yang merayakannya hingga tanggal 7 Januari, meskipun telah memasuki jadwal kerja resmi. Bahkan di beberapa daerah ada yang merayakannya hingga tanggal 20 Januari.

Hari Menyambut Kedatangan TOSHIGAMI-SAMA

Tahun Baru adalah Hari Perayaan Menyambut Kedatangan TOSHIGAMI-SAMA di kediaman masing-masing. Yang dimaksud dengan TOSHIGAMI adalah KAMI-SAMA (Dewa) yang dikisahkan bertugas memberikan hasil panen berlimpah, serta menjamin kesehatan dan keselamatan seluruh anggota keluarga pada tahun tersebut. Pajangan berupa KADOMATSU (pohon pinus hiasan yang dipasang di pintu masuk rumah), KAGAMI MOCHI (kue ketan berbentuk bulat datar) pada TahunBaru, seluruhnya adalah persiapan untuk menyambut kedatangan TOSHIGAMI-SAMA tersebut.
Kado Matsu
Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa pada awalnya nenek moyang orang Jepang menganut paham animisme, mereka percaya bahwa seluruh benda yang ada di bumi ini memiliki roh (nyawa), dan menganggap nyawa tanam-tanaman dan nyawa manusia adalah satu kesatuan. Oleh karena itu, apabila seseorang meninggal dunia, maka rohnya akan pergi meninggalkan dunia ini menuju dunia lain, dan setelah melewati masa tertentu identitas dirinya akan sirna dan masuk ke kelompok besar yang disebut dengan SOREI (LELUHUR), yang lebih dikenal dengan GOSENZO-SAMA (leluhur yang dianggap sebagai dewa). Pada musim semi (musim bercocok tanam) tiba, leluhur ini akan menjelma menjadi TA no KAMI (Dewa Sawah), menjamin hasil panen yang berlimpah. Setelah musim panen berakhir pada musim gugur, leluhur tersebut akan kembali ke Gunung menjadi YAMA no KAMI (Dewa Gunung). Selanjutnya ketika Tahun Baru menjelang, Leluhur tersebut menjelma menjadi TOSHI-GAMI (Dewa Pertanian) yang akan menjaga ketenteraman dan kemakmuran anak cucunya.

Perayaan Tahun Baru Merupakan Annual Event Tertua

Tahun Baru merupakan perayaan tertua di antara sekian banyak perayaan yang ada di Jepang. Tetapi sejarahnya hingga sekarang masih kabur. Konon kabarnya, Perayaan Tahun Baru telah ada jauh sebelum masuknya agama Buddha akhir abad ke-6 Masehi. Perayaan Tahun Baru yang dilaksanaan 6 bulan setelah perayaan OBON, sebenarnya merupakan “Ritual Penyambutan Leluhur” sama seperti OBON. Tetapi, seiring dengan kuatnya pengaruh ajaran agama Buddha, Obon didominasi oleh ritual agama Budha yang disebut dengan URABON-E, yakni sebagai ritual pengiriman doa kepada leluhur, sehingga Perayaan Tahun Baru dijadikan sebagai KAMI-MATSURI, menyambut kedatangan TOSHI-GAMI, dan memohon hasil panen berlimpah pada tahun tersebut.
Perayaan Tahun Baru seperti saat ini, di mana munculnya tradisi memajang pernak pernik seperti KADO-MATSU, SHIME-KAZARI, KAGAMI-MOCHI dan lain-lain dilakukan sejak memasuki zaman Edo, karena saat itu kehidupan masyarakat mulai kondusif, tidak ada lagi perpecahan, sehingga masyarakat lebih mudah mendapatkan barang-barang yang dibutuhkan sehari-hari, termasuk kebutuhan Perayaan Tahun Baru.
Kagami Mochi
Ucapan Selamat Untuk Leluhur

Tahun Baru sebagai permulaan tahun merupakan awal dari HARU (musim semi), yaitu dianggap Hari Pertama Musim Semi (RISSHUN), di mana orang-orang bergembira menyambut lahirnya jiwa seiring datangnya musim semi. Istilah MEDETAI (芽出度い) memiliki makna “munculnya tunas baru menyambut datangnya musim semi”. Selain itu, ucapan “AKEMASHITE OMEDETO GOZAIMASU” yang diucapkan pada saat Tahun Baru sebenarnya adalah ucapan selamat ketika menyambut kedatangan TOSHI-GAMI pada saat pergantian tahun. Artinya, ucapan syukur yang seharusnya ditujukan kepada KAMI-SAMA diucapkan kepada sesama manusia, merupakan wujud kegembiraan dari hati dalam menyambut kedatangan TOSHI-GAMI.

Dari Ulasan di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa, bagi masyarakat Jepang Tahun Baru dirayakan bukan mengikuti tradisi Barat, tetapi dirayakan berdasarkan tradisi leluhur. lalu bagaimana dengan kita orang Indonesia yang juga ikut memeriahkan datangnya tahun baru ? silahkan dijawab sendiri.

Dikutip dari berbagai sumber.

| Free Bussines? |

No comments:

Post a Comment