Wednesday, October 14, 2015

Mengapa Orang Jepang sulit Menerima kehadiran Islam ?


  Menerima sesuatu yang baru tentu bukan pekerjaan mudah. Apalagi harus merubah dan menghilangkan apa yang selama ini menjadi kebiasaan. Contoh sederhananya saja, membiasakan mandi pagi. Anak saya sekarang berumur 8 tahun. Pertama datang ke Jepang umur 2,5 tahun. Karena berdomisili di Sendai (musim dingin lebih panjang), saya tidak membiasakannya mandi pagi. Kebiasaan ini berlangsung terus hingga umur 7 tahun. Tetapi sejak masuk kelas 2 SD (umur 8 tahun) saya mencoba membiasakannya untuk mandi pagi. Tentu saja tidak mudah. Dia menentang habis-habisan, “untuk apa mandi pagi ?, orang Jepang juga ga mandi pagi.” Saya mencoba memberikan pengertian, misalnya kalau mandi pagi di sekolah tidak ngantuk, wajah kelihatan lebih segar dan sebagainya. Tetapi, tetap saja dia tidak menerimanya.
  Contoh di atas hanya salah satu hal kecil yang menggambarkan bagaimana sulitnya merubah sebuah kebiasaan. Apalagi menyangkut kepercayaan ? tentu akan jauh lebih sulit. Begitulah yang terjadi di Jepang saat ini. Sebagai seorang muslim, dan melakukan riset tentang kepercayaan masyarakat Jepang, saya sangat ingin mengetahui mengapa orang Jepang begitu sulit menerima Islam. Setelah tinggal selama 6 tahun, sedikit demi sedikit pertanyaan tersebut mulai terjawab.
  Sebelum datang ke Jepang pertama kali, saya membayangkan Jepang adalah sebuah negara maju, penuh dengan gedung-gedung pencakar langit, masyarakatnya hidup tertib, cara berpikirnya maju dan sebagainya. Intinya bagi saya Jepang jauh lebih baik dari pada Indonesia, dan masyarakatnya tentu juga lebih baik dari masyarakat Indonesia, termasuk dalam kehidupan beragama. Tetapi semua itu sirna begitu saya melihat faktanya. Melihat kehidupan beragama orang Jepang, saya teringat dengan sejarah lahirnya Islam dan Nabi Muhammad S.A.W. Islam lahir di tengah-tengah masyarakat Jahiliyah, di mana mereka menyembah berhala. Ada tuhan ini dan ada tuhan itu. Persis seperti kepercayaan masyarakat Jepang yang meyakini banyak dewa. Terdapat ribuan kuil Shinto layaknya penyebaran Mesjid dan Mushalla di Indonesia. Setiap kuil memiliki dewa yang berbeda-beda. Bagi Orang Jepang ini bukanlah sesuatu yang aneh. Inilah kepercayaan mereka. Tetapi bagi saya ini sulit dipercaya. Mengapa orang Jepang yang berpikiran sangat maju, masih menjalankan perilaku keagamaan seperti orang-orang jahiliyah yang notabenenya hidup puluhan abad yang lalu ?
  Ini sangat menarik untuk dikaji. Jika dihubungkan langsung dengan pertanyaan “mengapa mereka tidak meneria Islam ?”, barangkali masih bisa ditemukan sedikit jawaban, yaitu karena Masyarakat Jepang tidak pernah bersentuhan dengan negara-negara Islam akibat isolasi diri, dan begitu mengenal Islam, mereka menerima imformasi dari media barat yang sudah terlanjur menilai Islam adalah agama teroris. Untuk alasan ini saya masih bisa memahami, walaupun masih banyak tanda tanya. Tetapi yang saya herankan mengapa mereka masih mempraktekkan kehidupan beragama seperti masyarakat Jahiliyah, padahal mereka sudah setara dengan Amerika dan negara-negara maju lainnya yang semuanya beragama Kristen ? apalagi kalau melihat sejarah, Misionaris Kristen sudah masuk ke Jepang beberapa abad yang lalu. Bahkan dari data yang ada dapat diketahui betapa banyaknya sekolah-sekolah berbasis Kristen di Jepang. Ini sangatlah mustahil. Tetapi ini adalah fakta. Lembaga-lembaga gereja sudah menghabiskan banyak uang untuk mendirikan sekolah dan fasilitas lainnya, tetapi orang Jepang yang beragama Kristen hanyalah 2-3 % saja dari 130 Juta total Penduduk Jepang. Bagaimana ini bisa terjadi ?
   Dari penelusuran saya, Setidaknya ada tiga hal yang dianggap menjadi penyebabnya masyarakat Jepang sulit menerima Islam selain fakta sejarah yang saya sebutkan di atas. Ini sekaligus menjawab pertanyaan mengapa mereka menolak Islam.
(1) Orang Jepang tidak suka dengan agama yang mempercayai satu tuhan.
Kepercayaan masyarakat Jepang mengenal banyak dewa. Baik dewa-dewa yang disebutkan dalam mitos (naskah kuno kojiki dan nihonshoki), maupun dewa-dewa yang diciptakan sendiri oleh orang Jepang yang berasal dari manusia. Ditambah lagi dengan kepercayaan animism dimana mereka meyakini seluruh benda-benda yang ada di permukaan bumi, seperti batu besar, pohon besar, gunung-gunung dan sebagainya memiliki roh yang apabila tidak dihormati (dipuja dan disembah) akan menimbulkan sesuatu yang tidak baik terhadap manusia. Selain itu, masih ada kepercayaan terhadap roh nenek moyang sebagai warisan dari ajaran konfusius. Masyarakat Jepang sudah merasa nyaman dengan perilaku keagamaan yang mereka praktekkan selama ini. Tahun baru mereka akan berkunjung ke kuil Shinto, meminta berkat dan keselamatan selama satu tahun. Pada musim tanam (musim semi) mereka mengadakan ritual meminta agar hasil panen baik. Pada musim panen (gugur) mereka kembali mengadakan ritual sebagai ucapan terima kasih kepada para dewa yang telah menjaga tanaman mereka. Pada waktu obon, mereka melakukan ziarah kubur menyambut kepulangan roh para nenek moyang, menyantap hidangan khusus, dan sebagainya. Oleh karena itu, mereka akan sangat sulit menerima sebuah kepercayaan yang meyakini satu tuhan seperti Islam. Mereka takut akan kutukan dari leluhur karena tidak mengurusi kuburan, tidak memberikan sesembahan dan sebagainya. Menurut saya ketakutan mereka ini disebabkan karena mereka sama sekali tidak memahami Islam. Mereka berpikir memeluk agama Islam hanya jasad atau ruh saja. Padahal memeluk islam artinya harus secara kaffah atau total. Mereka tidak tahu bahwa ketika seseorang memutuskan memeluk agama Islam, mereka akam kembali ke titik Nol, mereka akan memulai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan dari Nol. Mereka tidak akan terhubung dengan masa lalu (kepercayaan sebelumnya). Mereka tidak perlu lagi mengurusi kuburan seperti sebelumnya. mereka tidak perlu menkhawatirkan kutukan dari leluhur. Mereka akan hidup dengan kepercayaan dan suasana yang baru. Hidup dalam komunitas yang baru. Hidup dengan aturan yang baru yang berorientasi pada masa depan (kehidupan setelah mati). Mereka akan diterima di mana saja ada komunitas Islam. Mereka bisa sholat di mesjid manapun. Karena islam sama di mana saja.
 
(2) Orang Jepang tidak suka diatur oleh Syariat Agama
Kalau kita melihat perilaku beragama orang Jepang, baik orang biasa maupun pendeta Buddha atau Shinto, mereka tidak diwajibkan melakukan harus menjalankan ibadah seperti sholat 5 waktu, puasa, dan sebagainya. Mereka akan pergi ke kuil (Shinto) pada saat-saat tertentu saja. Atau dengan Bahasa yang lebih sederhana, mereka pergi ke kuil sesuka hati. Artinya, jikalau butuh mereka akan pergi ke kuil. Sehingga mereka tidak akan bersedia melakukan kewajiban-kewajiban seperti dalam agama Islam. Hal ini juga berlaku pada pendeta Buddha misalnya. Seharusnya seorang pendeta Buddha harus melakukan pertapaan di gunung tertentu dan ritual lainnya, sehingga mereka mendapatkan predikat seorang biksu. Mereka tidak boleh memakan daging sapi. Tidak boleh menikah. Tetapi semua dilanggar oleh pendeta Buddha Jepang. Akibatnya, pendeta Buddha dari Thailand tidak bersedia masuk dan beribadah di kuil Buddha Jepang. Mereka menganggap Buddha Jepang bukanlah agama Buddha. Sehingga tidak heran mereka akan muntah bila mendengar islam harus sholat 5 waktu satu hari, harus puasa selama satu bulan penuh, tidak memakan daging babi, daging yang tidak disembelih secara islam, tidak minum alkohol dan sebagainya.
 (3), Orang Jepang menerima imformasi tentang Islam dari negara barat, bukan dari negara-negara Islam.
Sejarah memang mencatat, Jepang adalah salah satu negara yang tidak pernah di jajah. Mereka seolah-olah memiliki dunia sendiri. Selama lebih dari 250 tahun mereka menutup diri dari pengaruh luar. Salah satu alasannya adalah guna menjaga system yang ada dari pengaruh luar, terutama pengaruh Kristen. Akibatnya mereka tidak bersentuhan dengan negara lain, terutama negara-negara timur tengah. Setelah restorasi Meiji, Jepang membuka mata dan mereka terkejut melihat negara-negara barat jauh lebih maju. Akhirnya mereka berusaha mengejar ketertinggalan dengan cara mengirimkan banyak pelajar ke Barat untuk menimba Ilmu dan pulang untuk memajukan Jepang. oleh karena sejak awal mereka menganggap Barat adalah dunia yang maju, sehingga mereka percaya apapun imformasi dari barat adalah akurat. Termasuk imformasi tentang Islam yang umumnya mereka peroleh dari Amerika. Sudah sama kita ketahui Amerika sangat alergi dengan Islam. Mereka berusaha melemahkan islam melalui media. Sehingga banyak kebohongan-kebohongan yang mereka suarakan dan itu diterima bulat-bulat oleh Amerika, tanpa menelusuri kebenarannya. Akibatnya Jepang ikut-ikutan alergi terhadap Islam.
  Fakta diatas sangatlah ironis mengingat Jepang selalu mengaumkan slogan globalisasi. Menurut saya globalisasi yang dimaksud oleh Jepang adalah penguasaan Bahasa Inggris. Padahal ruang lingkup globalisasi bukan hanya Bahasa Inggris semata, tetapi bagaimana upaya untuk dapat bergaul dengan mereka yang datang dari berbagai negara di dunia, termasuk negara-negara Islam, atau negara berpenduduk mayoritas Islam seperti Indonesia. salah satunya harus mempelajari Islam.

| Free Bussines? |

No comments:

Post a Comment