Tuesday, February 7, 2012

SETSUBUN/MAMEMAKI

Oni (setan) yang bertugas menjaga pintu utama Kuil
  Cerita tentang Jepang tidak pernah habis. Selalu ada hal-hal menarik yang perlu dicermati untuk dijadikan bahan pembelajaran. Kali ini penulis akan menghadirkan cerita tentang 節分Setsubun. Setsubun adalah salah satu rangkaian perayaan tahunan atau nenchuugyouji yang diselenggarakan pada tanggal 3 Februari setiap tahun. Sekitar satu minggu sebelum hari penyelenggaraan setsubun, saluran televise lokal maupun nasional selalu menayangkan iklan tentang setsubun, berupa penyelenggaraan mame maki atau penaburan kacang.
Iklan setsubun tersebut dapat dilihat pada video berikut ini.

Tahun ini (2012.2.3) penulis mendatangi sebuah kuil Shinto yang terletak di kota Sendai untuk mengamati secara langsung penyelenggaraan mame maki pada waktu perayaan setsubun. Pengalaman tersebut akan mengisi sebagian besar dari tulisan ini. Tetapi sebelumnya, penulis akan memberikan sedikit gambaran tentang apa itu setsubun dan mame maki.

Sejarah
Setsubun adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan hari sebelum hari pertama setiap musim. Dahulu, dalam satu tahun hari seperti ini terdapat 4 kali, yaitu pada musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. Saat ini, setsubun hanya digunakan untuk menunjukkan hari sebelum memasuki musim semi (setsubun adalah hari terakhir sebelum memasuki musim semi). Saat ini, perayaan setsubun jatuh pada tanggal 3 atau 4 Februari setiap tahun. Dahulu, perayaan setsubun bukan hanya menjelang masuk musim semi saja, tetapi juga untuk musim lain seperti musim panas, musim gugur, dan musim dingin. Di antara 4 kali perayaan setsubun tersebut, saat ini yang tersisa hanya perayaan setsubun pada menyambut datangnya musim semi saja. barangkali alasannya adalah, perubahaan musim dingin ke musim semi merupakan hal yang paling menyita perhatian semua orang dibandingkan perubahan musim semi ke musim panas, dari musim panas ke musim gugur dan seterusnya. Selain itu, satu hari sebelum memasuki musim semi adalah titik awal dari sistem kalender yang menyebutkan adanya 24 posisi matahari,dalam satu tahun. Setiap posisi matahari diberi nama yang melambangkan fenomena alam dan musim. Sistem ini diadobsi oleh Jepang, Korea dan Vietnam.

Gambaran setsubun saat ini
Saat ini perayaan setsubun diselenggarakan di Jinja dan di rumah. Kegiatan yang dilakukan adalah menaburkan kacang kedelai yang telah digoreng ke arah luar dan dalam sambil meneriakkan “oni wa soto, fuku wa uchi (setan keluar, keberuntungan masuk”. Biasanya kuil Shinto dan Buddha mengundang artis pria yang memiliki shio kelahiran sama dengan tahun tersebut untuk memeriahkan perayaan setsubun. Kegiatan tersebut bahkan mendapat perhatian dan disiarkan melalui media televisi. Tetapi, dahulu mame maki (menaburkan kacang kedelai) tidak termasuk bagian dari perayaan setsubun. mame maki menjadi bagian dari perayaan setsubun seperti saat ini baru diselenggarakan sejak zaman heian, berawal dari tradisi yakubarai (menyucikan diri dari kekotoran), disebut dengan tsuinan yang diselenggarakan di istana kaisar.
Sementara itu, kegiatan membersihkan diri dari keburukan (jaki) dengan menaburkan kacang kedelai yang telah digoreng pertama sekali dilangsungkan di Kyoto pada zaman Muromachi. Bahkan kata-kata “oni wa soto, fuku wa uchi” yang sudah akrab ditelinga saat perayaan setsubun juga baru mulai diteriakkan sejak zaman Muromachi. Tetapi sebagai salah satu kegiatan tahunan, mame maki baru benar-benar diselenggarakan sejak zaman Edo. Pada awalnya, di istana kaisar penyelenggaraan tsuinan di akhir tahun dan mame maki dilakukan terpisah, tetapi di dalam masyarakat keduanya tidak dipisahkan dan bercampur aduk, sehingga pada zaman Edo kedua kegiatan ini semakin memasyarakat.
Kebiasaan memajang kepala ikan sarden yang telah dibakar menggunakan daun pohon hiragi di pintu masuk rumah pada saat setsubun juga baru berlangsung sejak zaman Edo. Bau amis ikan sarden dan duri pohon hiragi dianggap mampu mengusir kejahatan. Tetapi kebiasaan ini hamper sudah tidak ditemukan lagi terutama di daerah perkotaan. Menurut salah seorang informan bernama Tagashira, sekitar 7-8 tahun lalu, pada saat bekerja sebagai pengantar Koran, dia terkejut melihat ada kepala ikan sarden dipajang di samping pintu masuk rumah, pada saat akan melemparkan Koran. Pada waktu itu, dia tidak mengetahui adanya kebiasaan tersebut, sehingga merasa heran melihat fenomena tersebut. Itu adalah pengalaman pertama dan terakhir, tambahnya.
Selain itu, terdapat perbedaan di masing-masing daerah. Ada kebiasaan dimana kacang setsubun disisakan sedikit, lalu dibungkus dan ditaruh di altar Shinto yang ada di rumah, dikaitkan pada bambu di tungku perapian, ada pula yang memakan kacang mame maki sesuai jumlah umur masing-masing, bila diminum bersama the, diyakini akan terhindar dari penyakit dan mara bahaya, membersihkan kejahatan dalam tubuh dengan mengusapkan kacang ke tubuh dan sebagainya. Ada pula kebiasaan di daerah lain melakukan peramalan cuaca setahun menggunakan kacang mame maki. Bahkan ada pula daerah yang sama sekali tidak menyelenggarakan mame maki saat setsubun.
Seiring berjalannya waktu, kegiatan setsubun juga tidak luput dari perubahan. Misalnya 20-30 tahun lalu, pada hari setsubun di setiap rumah terdengar suara yang meneriakkan “oni wa soto, fuku wa uchi”, tetapi sekarang yang masih menyelenggarakan mame maki adalah jinja dan otera, atau keluarga yang memiliki anak kecil, Taman kanak-kanak (yochien), tempat penitipan anak (hoikuen) saja. sedangkan rumah yang memajang kepala ikan sarden di depan pintu masuk seperti disinggung sebelumnya sudah tidak ditemukan.
Setsubun berbeda dengan kegiatan tahunan lainnya, dan sama sekali tidak berhubungan dengan ritual pertanian. Saat ini kegiatan ini dipusatkan untuk anak-anak, dan tradisi terkini adalah makan futomaki sushi (sushi rol tebal) atau mie soba pengganti mame maki. Tradisi ini mulai menyebar luas di kalangan masyarakat.

Perayaan Setsubun/Mame maki di Kuil Osaki Hachiman
Kuil Osaki Hachiman terletak di kota Sendai. Kuil ini tidak jauh dari pusat kota, berjarak sekitar 15 menit perjalanan menggunakan mobil dari stasiun Sendai. Perjalanan juga dapat ditempuh menggunakan Bus kota atau taxi.
Mame maki diselenggarakan pada tanggal 3 Februari, dimulai pukul 3. Seperti ritual-ritual lain yang diselenggarakan di kuil, ritual selalu dimulai dengan upacara keagamaan secara Shinto. Di kuil Osaki Hachiman upacara keagamaan berlangsung di dalam kuil (shaden), diikuti oleh seluruh pendeta dan pengurus kuil. Para pengunjung hanya menyaksikan upacara tersebut dari luar bangunan utama kuil (shaden). Tepat di depan ruangan bangunan utama kuil, berdiri dua orang yang sengaja berpakaian oni (setan) dalam imajinasi orang Jepang. Bentuknya seperti gambar berikut.
Berpose bersama Oni yang sedang bertugas
Upacara berlangsung sekitar 30 menit, secara umum upacara ini tidak begitu berbeda dengan upacara lainnya. selalu ada ritual penyucian (shuhatsu) diri para pendeta dan peserta sebelum pembacaan doa-doa pujian kepada dewa. Pembacaan harae kotoba, pembacaan norito, pemberian sesajen (tamaguchi) kepada dewa. Penjelasan lengkap tentang penyelenggaraan upacara keagamaan ini dapat dilihat pada artikel sebelumnya.
Sejenak sebelum pelemparan kacang dimulai
Setelah upacara keagamaan selesai, seluruh peserta yang terdiri dari pengurus kuil dan pendeta berdiri di hadapan pengunjung. Masing-masing dari mereka sudah memegang satu kotak kacang yang akan dilemparkan kepada pengunjung. Dari pantauan penulis, para pengunjung yang berada di areal bangunan utama kuil (shaden) ini umumnya adalah orang dewasa hingga usia 60 tahun. Mengapa demikian ? karena untuk anak-anak, tempat penyelenggaraan mame maki terpisah dari bangunan utama. Untuk anak-anak di bawah 4 tahun dan para lanjut usia (diatas 65 tahun) disediakan tempat khusus. Menurut Ubu Ukaku (69), setiap anak-anak dan para lanjut usia tersebut diberikan kupon untuk antri.
Suasan saat pelemparan kacang
Kembali ke kegiatan mame maki di bangunan utama kuil (shaden), sebelum memulai kegiatan, salah seorang pengurus kuil mengucapkan sepatah kata, sambil menghimbau para pengunjung untuk sama-sama mengucapkan “oni wa soto, fuku wa uchi” sebanyak tiga kali. Setelah itu secara serentak, sambil masih meneriakkan ucapan tadi melalui pengeras suara, para pengurus kuil yang berjumlah sekitar 20 orang mulai melemparkan kacang kedelai ke arah pengunjung. Para pengunjung menyambutnya dengan berbagai cara. Penulis melihat hampir semua orang membawa kantong untuk menampung kacang yang dilemparkan sebelum jatuh ke tanah. Mereka meyakini, bila memakan kacang tersebut akan terhindar dari penyakit selama satu tahun.
Pengunjung berusaha menampung kacang yang dilempar menggunakan kantong
Kegiatan pelemparan kacang di bangunan utama kuil tidak berlangsung lama. Setelah itu para pengurus kuil dan pendeta bergerak menuju lokasi mame maki berikutnya yang terletak sekitar 50 meter dari bangunan utama. Di sana sudah menunggu banyak pengunjung yang terdiri dari anak-anak dan para lansia. sama seperti penyelenggaraan di bangunan utama kuil, salah seorang pengurus menyampaikan sepatah kata lalu dibimbing oleh pengurus tersebut untuk mengucapkan “oni wa soto, fuku wa uci”, lalu melemparkan berbagai macam barang ke arah pengunjung. Berbeda dengan sebelumnya, yang dilemparkan ke arah pengunjung bukan kacang kedelai, melainkan berbagai macam barang kebutuhan anak-anak., seperti alat tulis, mainan, kotak pensil, ada juga makanan seperi roti dan sebagainya.
Suasana pelemparan barang-barang untuk anak-anak dan para lansia
Para pengunjung sangat antusias untuk mendapatkan barang-barang yang dilemparkan. Mereka berebut untuk mendapatkannya. Seperti biasa, selalu ada yang menjadi korban karena berdesak-desakan dalam kondisi seperti itu. Menurut pengamatan penulis, sangat banyak barang-barang yang dilemparkan. Tetapi tentu saja tidak mudah mendapatkannya, meskipun mereka sudah berusaha mendapatkannya menggunakan kantongan. Hal ini karena jumlah pengunjung sangat banyak. Kemungkinan mencapai 1000 orang. Kegiatan mame maki berakhir seiring dengan habisnya barang-barang yang dilemparkan. Setelah selesai, masing-masing membubarkan diri dan pulang ke rumah masing-masing.
Berikut cuplikan suasana mame maki untuk anak-anak dan para lansia.

Topeng Oni yang dijual di supermarket untuk kebutuhan perayaan setsubun
Sebelum pulang, penulis menyempatkan diri singgah disebuah supermarket dekat rumah untuk melihat pernak penik setsubun yang dijual. Dari pantauan penulis selama 15 menit, 3 dari 5 orang pengunjung yang kemungkian memiliki anak kecil membeli topeng oni (setan) dan kacang keberuntungan (fuku mame). Seperti yang di singgung di awal, penyelenggaraan mame maki mulai terbatas, dan umumnya dilakukan oleh mereka yang memiliki anak kecil.

Penutup
Demikianlah, rangkaian kegiatan tahunan setsubun/mame maki, yang berlangsung di kuil Osaki Hachiman. Bagi masyarakat Jepang, kegiatan ini tidak lebih dari tradisi yang dilakukan secara turun temurun. Tetapi Adanya mitos “bila memakan kacang pada kegiatan mame maki”, makan akan terhindari dari penyakit selama satu tahun, ungkapan “oni wa soto, fuku wa uchi” menunjukkan bahwa kegiatan ini tidak bisa dianggap hanya sekedar tradisi belaka. Tetapi tentu saja tidak dapat pula kita mengatakan bahwa ini adalah rangkaian dari kegiatan keagamaan. Perlu penelusuran lebih lanjut terhadap berbagai kegiatan tahunan lainya, hingga didapat sebuah kesimpulan untuk dapat memaknai apa sebenarnya esensi dibalik semua kegiatan tersebut.




| Free Bussines? |

No comments:

Post a Comment