Awal
Agustus lalu media dihebohkan dengan aksi vandalisme di gunung Fuji oleh orang
yang tidak dikenal. Aksi tersebut berupa corat coret bertuliskan `CLA-X
INDONESIA` dan `RUDAI` pada bebatuan besar yang terdapat di jalur Fujinomiya
yang berada pada ketinggian 3500 meter. Tulisan itu dibuat dengan menggunakan
cat semprot warna oranye.
Gambar 1
Gambar 2
Atas aksi
tersebut beragam komentar pun bermunculan. Tak terkecuali warga Indonesia di
jepang. Umumnya mereka sangat menyayangkan aksi tersebut. Seperti
yang ditulis banyak media, baik Jepang maupun Indonesia, yang paling tidak
terima atas aksi ini tentu pihak berwenang di Jepang. Dengar saja komentar
Gubernur Shizuoka Bapak Kawakatsu di salah satu stasiun televisi Jepang yang
mengatakan “Aksi Vandalisme itu adalah aksi ceroboh, kurang ajar, tak
termaafkan. Gunung Fuji adalah warisan Dunia. Saya menuntut agar pelaku insyaf
dan menyesali perbuatannya itu”.
Berikut petikannya yang dapat juga disaksikan di youtube.
Kemarahan
Jepang bukan tanpa alasan. Mengingat bagi sebagian warga Jepang Gunung Fuji
bukan hanya gunung biasa, namun dianggap sakral dan keramat.
Mengapa
gunung dianggap sakral dan keramat oleh sebagian warga Jepang ? berikut alasannya dari sudut pandang kepercayaan.
Dalam kepercayaan tradisional Jepang, roh leluhur
bersemayam di gunung. Ceritanya begini, setelah seseorang meninggal, rohnya untuk sementara akan bersemayam di bukit di belakang rumah. Setelah
melewati masa berkabung dan beberapa kali kenduri (selama 33 tahun atau 50
tahun), roh tersebut akan mencapai kesucian dan menjadi `kami (tuhan)`. Setelah
menjadi kami roh tersebut akan pindah menuju tempat yang lebih tinggi yaitu
gunung. Dari gunung roh tersebut akan menjaga dan mengawasi kehidupan
sehari-hari keturunannya. berangkat dari kepercayaan ini maka lahirlah kepercayaan terhadap dewa gunung.
Alasan lain adalah
kepercayaan tradisional Jepang masih bersifat animisme. Mereka mempercayai
bahwa setiap benda di bumi ini (seperti kawasan teretntu, gua, batu besar,
pohon besar dan lain-lain) memiliki roh yang harus dihormati agar roh tersebut
tidak mengganggu manusia, tetapi justru membantu manusia dalam kehidupan
sehari-hari.
Terlepas dari dua alasan di atas, alangkah
bijaknya jika menghargai adat istiadat warga tempat kita berkunjung. seperti
kata pepatah, di mana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Kalau kita berbuat
sesuka hati di daerah orang lain, tunggu saja, pemuda setempat akan datang
untuk mengingatkan. Syukur-syukur tidak langsung ditikam (Bahasa Medan).
CKCKCKCK.
ReplyDeleteHmm.
ReplyDelete