Api dontosai di kuil Takekoma Iwanuma, Miyagi |
Dontosai adalah istilah sebuah matsuri (festival) yang populer di prefektur Miyagi. Di daerah lain matsuri yang sama di sebut dengan sagicho, dontoyaki, saizuyaki dan lain-lain.
Dontosai adalah festival pembakaran segala pernak-pernik hiasan tahun baru yang dilangsungkan di halaman jinja (kuil Shinto). Para pengunjung sengaja mendekatkan diri ke arah api (dewa api) yang menjulang tinggi seraya memanjatkan doa agar diberi kesehatan dan keselamatan keluarga selama satu tahun. Festival ini sangat populer di seluruh prefektur Miyagi, dan yang paling besar dan terkenal adalah matsutaki matsuri (nama asli dari dontosai) di kuil Osaki Hachiman (osaki hachimangu) kota Sendai.
Di sebagian besar daerah di prefektur Miyagi dontosai umunya diselenggarakan sore hari tanggal 14 Januari, satu hari sebelum koshogatsu (tahun baru kecil), tetapi di kuil Morioka hachimangu prefektur Iwate, diselenggarakan pada tanggal 15 Januari, di kuil Nishine prefektur Fukushima diselenggarakan selama beberapa hari dan digabung dengan usokae matsuri. Kemudian di kota Ishinomaki prefektur Miyagi diselenggarakan tanggal 7 Januari. Khusus di Ishinomaki, penyelenggaraan dontosai menandai dimulainya aktivitas baru yang sudah berlangsung sejak tahun 1970.Menurut laporan mahasiswa Religious Studies Universitas Tohoku (2009), di Distrik Oguni prefektur Yamagata saizuyaki diselenggarakan pada tanggal 15 Januari.
Penulis melakukan pengamatan penyelenggaraan dontosai di dua jinja (kuil Shinto) berbeda yang ada di dua kota yaitu kuil Takekoma di kota Iwanuma (sekitar 25 menit naik kereta listrik dari kota Sendai), dan kuil Osaki Hachiman yang terletak di kota Sendai. Berdasarkan pengamatan penulis, pada tanggal 14 Januari, sejak pagi hari (sekitar jam 10 pagi), para warga yang tinggal di sekitar jinja mulai berdatangan membawa pernak-pernik, semua hiasan yang dipajang selama tahun baru, seperti kado matsu, daruma, omamori dan lain-lain.
Pernak penik hiasan tahun baru di kuil Takekoma |
Pernak pernik hiasan tahun baru 2 di kuil Takekoma |
Daruma dll di kuil Osaki Hachimangu,Sendai |
Pembakaran pernak pernik hiasan tahun baru umumnya berlangsung sore hari sekitar jam 16:30, diawali dengan upacara keagamaan oleh pendeta Shinto diikuti seluruh warga yang hadir. Upacara keagamaan yang dimaksud sebenarnya tidak berbeda dengan upacara keagamaan dalam kegiatan lain. Perbedaannya hanya pada tempat. Seperti yang sudah disinggung di awal, dontosai dilangsungkan di halaman kuil (keidai), sehingga upacara keagamaan juga dilangsungkan di halaman, tepat di depan timbunan pernak-pernik hiasan tahun baru yang menggunung. Berikut urutan kegiatan penyelenggaraan upacara keagamaan saat dontosai di kuil Takekoma, 14 Januari 2011.
1. Pukul 16:00 waktu setempat, iring-iringan pendeta Shinto mendatangi areal pembakaran diiringi musik (seruling dan terompet) yang dimainkan oleh pendeta Shinto yang berusia lebih muda.
2. Pendeta yang bertugas memimpin upacara keagamaan dontosai membawa api (dewa api) dari dalam kuil dan langsung meletakkannya di altar yang terlebih dahulu sudah disiapkan. Sebagai gambara, sekitar 30 menit sebelum upacara keagamaan berlangsung, altar persembahan terhadap kami sama telah disiapkan. Ada tiga altar yang disiapkan. Altar pertama terletak di tengah, di atas altar diletakkan cawan berisi beras dan air sebagai menu keseharian kami sama. Altar berikutnya diletakkan di sisi kiri dan kanan altar utama. Di sebelah kiri altar utama terdapat obor yang nantinya digunakan untuk menyulut api pembakaran. Di sebelah kanan altar utama terdapat onusa (alat untuk penyucian) dan tamaguchi (sesembahan untuk kami sama) yang diperuntukan saat upacara berlangsung.
Altar sebelum upacara keagamaan di kuil Takekoma |
3. 16:05, pembawa acara (salah seorang pendeta muda) membuka upacara.
4. 16:06,Pembacaan Harai Kotoba (doa penyucian). Harai kotoba adalah puji-pujian yang ditujukan kepada kami sama yang bertugas melakukan penyucian. Pembacaan Harai Kotoba dilakukan oleh pemimpin upacara. Seluruh peserta diminta untuk menundukkan kepala untuk menunjukkan hormat. Harai kotoba diyakini mampu membersihkan diri dari dosa dan kekotoran yang tanpa sadar dilakukan sehari-hari.
5. 16:08, setelah membaca Harai Kotoba, pemimpin upacara mengambil Onusa (alat untuk penyucian) untuk melakukan penyucian secara langsung dengan cara mengibaskan 2 kali ke arah kiri dan dua kali ke arah kanan. Penyucian dimulai dari altar utama. Kemudian pemimpin upacara bergerak kea rah tumpukan pernak-pernik hiasan tahun baru, lalu melakukan penyucian. Selanjutnya penyucian para pendeta, dan terakhir para peserta. Pada saat pemimpin upacara mengibaskan onusa, pendeta atau peserta yang disucikan harus menundukkan kepala. Ritual penyucian merupakan salah satu tahapan penting dalam upcara keagamaan Shinto. Sebelum menundang kami sama ke areal upacara, lokasi dan para peserta yang hadir harus disucikan terlebih dahulu.
6. 16:13, Pembacaan doa (norito). Pendeta yang bertugas membacakan norito maju ke depan menhgadap altar. Norito adalah doa khusus dari peserta yang ditujukan kepada kami sama. Misalnya agar terhindar dari penyakit dan keluarga diberi keselamatan selama satu tahun ke depan. Selama pembacaan norito, seluruh peserta diminta menundukkan kepala.
7. 16:15, Pemberian tamaguchi (sesajen) kepada kami sama. Pemimpin upacara mengambil tamaguchi, lalu menyerahkannya kepada pendeta yang bertugas membacakan doa. Petugas tersebut maju untuk mempersebahkan tamaguchi ke hadapan kami sama (altar). Pemberian sesajen tersebut diringi musik (semacam seruling). Persembahan tamaguchi juga dilakukan oleh pendeta kepala (guji). Pemipin upacara kembali maju untuk mengambil tamaguchi, lalu menyerahkannya ke pendeta kepala. Pendeta kepala maju ke arah altar untuk mempersembahkannya ke hadapan kami sama.
8. 16:18, Penyulutan api. Dua orang petugas wanita (miko) mengambil obor yang terletak di altar dan menyerahkannya kepada pendeta kepala dan wakilnya (negi). Sementara pemimpin upacara mengambil api (dewa api) dari altar dan mempersilahkan pendeta kepala dan wakilnya untuk menyalakan api obor. Kegiatan ini juga diringi bunyi seruling.
9. 16:20, Penyulutan api. Pendeta kepala dan dua orang wakilnya mendatangi tumpukan pernak-pernik hiasan tahun baru untuk memulai proses pembakaran. Agar api mudah menyala, sebelumnya tumpukan pernak-pernik tersebut telah disiram bahan bakar minyak oleh petugas.
10. 16:25, seiring dengan menyalanya api pembakaran, berakhirlah upacara keagamaan. Seluruh pendeta menginggalkan areal upacara dan kembali menuju kantor kuil diringi musik (seruling dan terompet).
Demikianlah, upacara keagamaan dontosai. Berakhirnya upacara keagamaan bukan berarti berakhir kegiatan dontosai. Sebaliknya, esensi dari dontosai adalah mendekatkan diri kepada api yang menyala. Di sinilah mitos beredar yang mengatakan, dengan mendekatkan diri (menghangatkan tubuh) kea pi, segala penyakit akan sembuh. Suhu yang mencapai minus menambah antusias pengunjung untuk berlomba-lomba lebih dekat ke arah api meskipun sangat panas. Sebagian pengunjung sengaja membakar kue mocha lalu di makan. Ini juga bagian dari mitos, mereka meyakini dengan memakan kue mochi yang dibakar saat dontosai, akan membawa banyak berkah.
Hadaka Mairi
Hadaka mairi adalah sebuah ritual khusus saat dontosai. Fenomena ini penulis amati di kuil Osaki Hachimangu, kota Sendai.
Peserta hadaka mairi sebelum upacara dontosai di kuil Osaku Hachimangu |
Sebagian pengunjung dontosai melakukan ritual Hadaka mairi (Hadaka; telanjang, mairi; ziarah atau kunjungan). Disebut Hadaka karena pengunjung yang dimaksud tidak mengenakan pakaian lengkap. Pria mengenakan fundoshi, semacam cawat menutupi bagian perut hingga ke paha. Wanita ada yang hanya menutupi bagian dada, perut hingga paha, tetapi ada juga yang berpakaian lengkap seperti biasa. Mengenakan ikat kepala berwarna putih, mengenakan penutup kaki (pengganti kaus kaki) warna putih. Hadaka mairi sangat popular dilakukan saat dontosai, meskipun tidak semua jinja menyelenggarakannya. Di kuil Osaki Hachimangu, peserta Hadaka mairi terdiri dari siswa SMU, mahasiswa maupun pegawai perusahaan. Setiap tahun pesertanya semakin bertambah. Pengamatan penulis, iring-iringan peserta terlihat sangat panjang. Penulis memperkirakan berjumlah 500 orang yang teridiri dari berbagai sekolah, universitas dan perusahaan atau instansi pemerintah. Ritual ini diawali dengan mandi air dingin (es). Untuk menahan dingin mereka mengigit kertas berwarna putih yang disebut fukumigami. Sebelum api menyala, mereka mengitari tumpukan pernak-pernik hiasan tahun baru sebanyak tiga kali, kemudian menuju titik awal yaitu kuil. sebelum memulai ritual mengelilingi api, mereka mendapatkan pemberkatan terlebih dahulu dari pendeta Shinto di dalam kuil. setiap kelompok mendapatkan pemberkatan melalui satu orang perwakilannya. Selanjutnya, setelah api menyala, mereka berbondong-bondong mengitari api (dewa api) sambil membawa lonceng di tangan kanan dan lampion di tangan kiri.
Pakaian hadaka mairi di toko dekat kuil Osaki Hachimangu |
Pseserta Hadaka mairi membawa lampu lampion dan lonceng di kuil Osaki Hachimangu |
Setelah mengelilingi api, mereka melanjutkan prosesi arak-arakan keliling kota. Bisa dibayangkan dalam suhu minus, mereka melakukan ritual ini dalam waktu yang cukup lama. Dimulai pukul 16:00, berakhir pukul 21:00. Barangkali ada yang tidak tahan lalu berhenti ditengah jalan. Sehingga tidak heran bila bagi sebagian orang, ini disebut perbuatan bodoh dan gila. Karena di tengah suhu minus berada di luar ruangan dalam waktu lama tanpa baju dipastikan akan terkena kaze (istilah untuk masuk angin, pilek dsbnya) dan bisa mati kedinginan.
Peserta Hadaka Mairi mengelilingi api di kuil Osaki Hachimangu |
Hadaka mairi di setiap daerah di prefektur Miyagi diselenggarakan dengan metode dan pakaian yang sama seperti yang diselenggarakan di kuil Osaki hachimangu.
Tetapi terdapat sedikit perbedaan di setiap daerah. Misalnya, di kota Tome mereka melakukan Hadaka mairi tidak membawa lampion melainkan obor. Di kota Kakuda, mereka berkeliling kota membawa tongkat pengusir burung sambil berteriak “ya-, hoi-hoi-hoi”. Di kuil hachimangu Morioka, Hadaka mairi dilakukan dengan melakukan gerak khusus sambil membawa gunting kertas.
Demikianlah ritual dontosai dan Hadaka mairi yang diselenggarakan setiap tahu. Penulis melihat, tradisi di Jepang dilakukan secara turun temurun meskipun sudah tidak murni, dan mengalami perubahan bentuk. Tradisi baru akan terus bermunculan menggantikan tradisi lama, seiring dengan perubahan zaman.
Berikut video suasana dontosai di kuil Osaki Hachimangu, Sendai-Miyagi, 14 Januari 2012
Berikut video suasana dontosai di kuil Osaki Hachimangu, Sendai-Miyagi, 14 Januari 2012
Menarik sekali tulisannya Pak Ali, kemaren juga saya sempat lihat, walaupun dari dalam bus, krn sedang dalam perjalanan menuju Sendai eki. Memang panjang sekali iring-ringannya ya Pak, malah perkiraan saya mungkin ada 1000an orang :D
ReplyDeleteTerima kasih Pak, sudah membuka wawasan kami tentang budaya jepang yg terus berubah seiring berlalunya waktu ;)
Terima Kasih Mas Fatwa, Salah satu keunggulan Jepang di mata saya adalah kemampuan orang-orangnya dalam menjaga tradisi leluhur, meskipun cenderung berubah seiring berlalunya waktu (izin pinjam kutipannya).
ReplyDelete