Wednesday, October 28, 2015

Kuil YASUKUNI (Yasukuni Shrine)

Yasukuni Shrine (kuil Shinto)

 Sabtu, 24 Oktober 2015 lalu saya mengunjungi sebuah kuil Shinto yang sangat fenomenal di Tokyo. Kuil tersebut bernama Yasukuni (Yasukuni Jinja). Barangkali di antara pembaca pernah mendengar namanya. Saya katakan fenomenal karena kuil yang satu ini mengundang banyak perhatian dunia. Alasannya karena di kuil ini terdapat sekitar 2.466.000 roh para prajurit yang gugur di medan perang serta para tokoh bersejarah sebagai pilar Restorasi Meiji yang diabadikan sebagai DEWA (secara detail akan diuraikan lebih lanjut).
Peta Kuil Yasukuni (diambil dari HP resmi Yasukuni Shrine)
 Perjalanan menuju kuil Yasukuni tidak terlalu sulit. Pengunjung bisa menggunakan transportasi publik seperti kereta listrik, atau bus dengan biaya terjangkau. Saya sendiri menggunakan kereta listrik dari stasiun Ueno. Karena tidak ada line langsung menuju stasiun terdekat (Stasiun Iidabashi) akhirnya saya naik Yamanote Line sampai Akihabara. Selanjutnya ganti kereta Sobu line, tetapi masih dalam area yang sama, sehingga tidak perlu keluar stasiun. Setelah perjalanan sekitar 5 menit kereta tiba di stasiun Iidabashi, stasiun terdekat dengan kuil Yasukuni. Bagi pembaca yang ingin ke kuil Yasukuni bisa menggunakan jalur yang sama : Sobu line atau Chuo line , turun di stasiun Ichigaya atau Iidabashi.
 Dari stasiun Iidabashi butuh waktu sekitar 10 menit berjalan kaki. Seperti biasa Kuil Shinto selalu barada di ketinggian (perbukitan), ditambah lagi dengan karakter daerah Tokyo memang berbukit-bukit (tidak rata), sehingga perjalanan membutuhkan tenaga ekstra.
 Begitu sampai di depan gerbang utama kuil, saya terkesima melihat Torii (gerbang Kuil sebagai pembatas area kuil dengan area di luarnya) yang begitu besar dan menjulang tinggi. konon gerbang ini adalah gerbang kuil terbesar di Jepang. bagi saya kuil sudah tidak asing lagi (karena selama hampir 5 tahun melakukan riset lapangan di kuil Shinto), tetapi sejujurnya saya baru pertama kali melihat torii yang begitu besar dan tinggi. saya bisa merasakan suasana berbeda, karena kuil ini adalah kebanggaan seluruh warga Jepang.

Gerbang (torii) utama Kuil Yasukuni
 Kuil Yasukuni berdiri di areal seluas 9 hektar. Dibangun pada 29 Juni 1869 (tahun ke 2 Era Meji). Pada awalnya diberi nama shokonsha, yaitu kuil yang dibangun oleh pemerintahan baru Meiji dengan tujuan untuk mengenang (mengabadikan (dengan Bahasa yang sederhana, untuk disembah sebagai dewa)) mereka yang gugur dalam masa peralihan dari Pemerintahan Feodal menuju Pemerintahan baru yaitu Meiji. Seperti yang para pembaca ketahui, bahwa berabad-abad lamanya Jepang berada di bawah pemerintahan militer (samurai) hingga akhirnya terbentuk pemerintahan seperti saat ini. Ketika perubahan itu terjadi tentu saja ada pihak yang pro dan kontra, sehinga terjadilah perang saudara yang menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit. Arwah para korban itulah yang diabadikan di Shokonsha (kuil Yasukuni sekarang).
Nama kuil Yasukuni mulai digunakan sejak 4 Juni 1879 yang diresmikan oleh kaisar Meiji. Dalam sejarah berdirinya kuil Yasukuni disebutkan bahwa, Ketika kaisar Meiji mengunjungi Tokyo Shokonsha untuk pertama kalinya pada tanggal 27 Januari tahun 1874, ia menulis sebuah puisi; “Saya yakinkan Anda yang berjuang dan gugur untuk negara, bahwa nama Anda akan hidup selamanya di kuil ini”. Seperti dapat dilihat dalam puisi ini, Kuil Yasukuni didirikan untuk mengenang dan menghormati pencapaian mereka yang mendedikasikan hidup mereka yang berharga untuk negara. Nama Yasukuni yang diberikan oleh Kaisar Meiji merupakan keinginan untuk melestarikan perdamaian bangsa.
 Walaupun tujuannya untuk mengenang mereka yang gugur pada masa peralihan tersebut, tetapi dari kaca mata kepercayaan tradisional, tujuannya adalah agar arwah mereka yang gugur tidak menjadi hantu yang gentayangan karena memiliki dendam terhadap pihak yang menjadi lawannya. Akibatnya akan menimbulkan malapetaka yang lebih besar. Oleh karena itu, untuk menghidari hal tersebut didirikanlah sebuah kuil sebagai tempat pengabadian mereka yang menjadi korban perang, sehingga roh mereka merasa tenteram dan tidak mengganggu mereka yang hidup.
 Dari data yang berasal dari kuil Yasukuni, jumlah roh yang diabadikan hingga saat ini berjumlah sekitar 2.466.000 (sudah disebutkan di awal). Roh-roh tersebut berasal dari mereka yang telah gugur dalam perang saudara pada masa peralihan dari Era feudal menuju Era baru (Meiji), dalam Bahasa Jepang perang saudara ini dikenal dengan Peran Boshin. Perang saudara ini terjadi pada tahun 1868 hingga 1869 antara keshogunan Tokugawa dengan faksi yang ingin mengembalikan kekuasaan politik ke tangan kekaisaran.
Berikutnya adalah mereka yang gugur dalam perang saudara Seinan atau dikenal dengan pemberontakan Satsuma di Kyushu. Latar bekalang terjadinya pemberontakan ini disebabkan oleh adanya perubahan system pada pemerintahan, yang menyebabkan kekecewaan para samurai. Moderninasi Jepang telah menyebabkan hilangnya kekuasaan samurai dan hancurnya system tradisional. Peraturan penghapusan pedang yang melarang samurai membawa katana (pedang) juga merupakan salah satu penyebab terjadinya pemberontakan ini. Pemberontakan ini dipimpin oleh Saigo Takamori, yang sebelumnya memimpin pasukan Jepang mengalahkan samurai Klan Tokugawa. Awalnya Takamori setuju dengan konsep restorasi meiji. Tetapi, perlahan-lahan, ia membangkang, karena pemerintahan Meiji menghapus segala bentuk samurai dan atributnya.
Selain itu, juga ikut diabadikan roh mereka yang gugur dalam perang Jepang dan Tiongkok pertama, dalam Bahasa Jepang dikenal dengan perang Nisshin. Adalah sebuah perang antara dinasti Qing Tiongkok dan Meiji Jepang dalam perebutan kendali atas Korea. Perang berakhir dengan kekalahan dinasti Qing dan penandatanganan perjanjian Shimonoseki tahun 1895.
Selanjutnya roh mereka yang gugur dalam perang Rusia dan Jepang. Adalah konflik yang tumbuh dari persaingan antara ambisi imperialis rusia dan Jepang di Manchuria dan Korea. Peperangan ini utamanya terjadi karena perebutan kota Port Athur dan Jazirah Liaodong, ditambah dengan jalur rel dari pelabuhan tersebut ke Harbin.
Roh mereka yang gugur dalam Insiden Manchuria, adalah insiden yang terjadi di Manchuria selatan ketika jalur kereta api yang dimiliki Jepang dibom oleh opsir junior Jepang. Militer Jepang menuduh Tiongkok melakukan hal ini. insiden ini merupakan awal perang Jepang dan Tiongkok yang kedua.
Yang terkahir tentu saja roh mereka yang gugur dalam perang yang tidak bisa kita lupakan yaitu perang dunia kedua. Adalah sebuah perang global yang berlangsung mulai tahun 1939 hingga 1945. Perang ini melibatkan banyak sekali negara di dunia, dan berakhir dengan penggunaan senjata nuklir oleh tentara Sekutu Amerika terhadap Jepang dan menyebabkan korban yang luar biasa.
Memasuki areal kuil mata saya langsung tertuju pada sebuah poster besar bertuliskan peringatan 70 tahun berakhirnya perang dunia II. Isinya himbauan kepada masyarakat untuk mengunjungi kuil Yasukuni untuk mengucapkan rasa terima kasih kepada mereka yang gugur di medan perang yang arwahnya diabadikan di kuil ini. 
Peringatan 70 tahun berakhirnya perang dunia II
Berikutnya yang akan terlihat adalah sebuah patung yang terletak di tengah-tengah areal gerbang utama. Di bawah patung tersebut tertulis nama Ohmura Masujiro. Saya berpikir siapa gerangan tokoh ini ? mengapa patungnya beridiri di Areal kuil ? Tentu dia adalah seorang tokoh yang sangat berpengaruh. Setelah membaca literature terkait nama tokoh tersebut akhirnya saya tahu bahwa Ohmura Masujiro adalah bapak pendiri Kesatuan Angkatan Darat Jepang. Seperti yang sudah dijelaskan di awal bahwa, sebelum menjadi kuil Yasukuni, dulunya kuil ini diperuntukan untuk mengabadikan arwah mereka yang gugur dalam masa peralihan dari era Feodal menuju Meiji. Dan Ohmura Masujiro adalah salah satu tokoh central dari kalangan militer yang gigih memperjuangkan perubahan tersebut. Oleh karena itu patungnya didirikan di dalam aeral kuil untuk mengenang jasa-jasanya.
Patung Ohmura Masujiro
Tetapi cerita tentang Ohmura Masujiro sepertinya tidak banyak yang tahu. Buktinya, banyak pengunjung yang bahkan tidak tahu namanya, meskipun sudah melihat patungnya. Dan mereka heran mengapa patung Ohmura Masujiro ada di kuil Yasukuni ?
Selain dari latar belakang sejarah berdirinya kuil Yasukuni dan arwah yang diabadikan di sana, secara umum bangunan kuil sama saja dengan bangunan kuil pada umumnya. Ada kantor administrasi untuk registrasi bagi mereka yang meminta doa dan sebagainya. Ada bangunan tempat berdoa, dan ada bangunan utama tempat arwah diabadikan. dan tentu saja ada tempat menggantungkan ema (papan doa). saya tertarik ingin mengetahui doa apa saja yang diminta oleh mereka yang berkunjung ke kuil Yasukuni. Ternyata tidak ada bedanya dengan doa-doa para pengunjung ke kuil biasa. Doa kelulusan, suskses dalam bekerja, dan doa keselamatan dan sebagainya. Perbedaan yang sangat mendasar adalah yang dijadikan sebagai dewa di kuil ini adalah dulunya berasal dari manusia biasa.
Papan doa (ema)

Setelah mengitari bangunan kuil, saya dikejutkan oleh suara terompet dan kerumunan orang-orang. Dari jauh saya melihat ada dua orang yang menjadi pusat perhatian. Yang satu menggunakan seragam tentara Jepang pada masa perang dunia II,lengkap dengan senapan dan pedang tergantung di pinggang, tidak lupa topi khas tentara Jepang. yang satunya berpakaian biasa tetapi membawa terompet. Sepertinya mereka sedang melakukan upacara penghormatan, layaknya upacara militer. Kejadian itu tentu saja sontak membuat pengunjung terkejut dan ingin melihat dari dekat. Hal seperti ini sepertinya sudah biasa, mengingat tidak ada upaya dari pihak kuil untuk memberi peringatan agar mereka menghentikan kegiatannya. Awalnya saya berpikir mereka adalah orang-orang yang kurang waras, tetapi setelah memperhatikan gerak-gerik mereka, menurut saya mereka ini adalah orang-orang yang memiliki rasa cinta tanah air yang tinggi, dan sangat menghargai jasa-jasa orang-orang yang gugur di medan perang. Tidak lupa saya minta berfoto bersama sebagai kenang-kenangan.
Veteran Perang

Penghormatan secara militer
Menambahkan sedikit penjelasan di awal tentang fenomenal. Kuil Yasukuni selalu menjadi pusat perhatian dunia, terutama negara-negara yang pernah berhubungan dengan Jepang (kasarnya, mereka yang pernah dijaja oleh Jepang). Terutama China dan Korea. Karena setiap tahun biasanya perdana menteri Jepang selalu melakukan kunjungan kehormatan ke kuil ini. hal ini mendapat kecaman keras dari China dan Korea, karena dengan kunjungan tersebut mereka berpikir bahwa Jepang tidak pernah menunjukkan penyesalan telah menjajah negara lain, dan tidak menunjukkan sikap anti perang. Bahkan sebaliknya, Kunjungan itu diartikan sebagai penghormatan kepada mereka yang telah gugur dalam peperangan.
Karena domain saya ada di kepercayaan, maka saya berusaha memahami kunjungan siapa pun ke kuil Yasukuni adalah sebagai kunjungan keagamaan yang dilatar belakangi oleh kepercayaan bahwa, seseorang yang meninggal dengan membawa dendam (tentu saja tidak semua yang gugur suka perang, pasti ada diantara mereka yang sebenarnya terpaksa harus maju ke medan perang dan gugur) akan menimbulkan ketidak tenteraman dalam masyarakat baik berupa bencana alam, penyakit menular dan sebagainya. Untuk mengantisipasi hal ini perlu dilakukan ritual-ritual khusus seperti pemberian sesajen atau memberikan pujian-pujian. Itu juga yang dilakukan oleh seorang perdana menteri. Sebagai seorang pejabat negara sudah barang tentu punya kewajiban melakukan penghormatan kepada leluhur mereka yang sudah berkorban untuk kepentingan negara.

(Dari berbagai sumber)












[ Read More.. ]

Wednesday, October 14, 2015

Mengapa Orang Jepang sulit Menerima kehadiran Islam ?


  Menerima sesuatu yang baru tentu bukan pekerjaan mudah. Apalagi harus merubah dan menghilangkan apa yang selama ini menjadi kebiasaan. Contoh sederhananya saja, membiasakan mandi pagi. Anak saya sekarang berumur 8 tahun. Pertama datang ke Jepang umur 2,5 tahun. Karena berdomisili di Sendai (musim dingin lebih panjang), saya tidak membiasakannya mandi pagi. Kebiasaan ini berlangsung terus hingga umur 7 tahun. Tetapi sejak masuk kelas 2 SD (umur 8 tahun) saya mencoba membiasakannya untuk mandi pagi. Tentu saja tidak mudah. Dia menentang habis-habisan, “untuk apa mandi pagi ?, orang Jepang juga ga mandi pagi.” Saya mencoba memberikan pengertian, misalnya kalau mandi pagi di sekolah tidak ngantuk, wajah kelihatan lebih segar dan sebagainya. Tetapi, tetap saja dia tidak menerimanya.
  Contoh di atas hanya salah satu hal kecil yang menggambarkan bagaimana sulitnya merubah sebuah kebiasaan. Apalagi menyangkut kepercayaan ? tentu akan jauh lebih sulit. Begitulah yang terjadi di Jepang saat ini. Sebagai seorang muslim, dan melakukan riset tentang kepercayaan masyarakat Jepang, saya sangat ingin mengetahui mengapa orang Jepang begitu sulit menerima Islam. Setelah tinggal selama 6 tahun, sedikit demi sedikit pertanyaan tersebut mulai terjawab.
  Sebelum datang ke Jepang pertama kali, saya membayangkan Jepang adalah sebuah negara maju, penuh dengan gedung-gedung pencakar langit, masyarakatnya hidup tertib, cara berpikirnya maju dan sebagainya. Intinya bagi saya Jepang jauh lebih baik dari pada Indonesia, dan masyarakatnya tentu juga lebih baik dari masyarakat Indonesia, termasuk dalam kehidupan beragama. Tetapi semua itu sirna begitu saya melihat faktanya. Melihat kehidupan beragama orang Jepang, saya teringat dengan sejarah lahirnya Islam dan Nabi Muhammad S.A.W. Islam lahir di tengah-tengah masyarakat Jahiliyah, di mana mereka menyembah berhala. Ada tuhan ini dan ada tuhan itu. Persis seperti kepercayaan masyarakat Jepang yang meyakini banyak dewa. Terdapat ribuan kuil Shinto layaknya penyebaran Mesjid dan Mushalla di Indonesia. Setiap kuil memiliki dewa yang berbeda-beda. Bagi Orang Jepang ini bukanlah sesuatu yang aneh. Inilah kepercayaan mereka. Tetapi bagi saya ini sulit dipercaya. Mengapa orang Jepang yang berpikiran sangat maju, masih menjalankan perilaku keagamaan seperti orang-orang jahiliyah yang notabenenya hidup puluhan abad yang lalu ?
  Ini sangat menarik untuk dikaji. Jika dihubungkan langsung dengan pertanyaan “mengapa mereka tidak meneria Islam ?”, barangkali masih bisa ditemukan sedikit jawaban, yaitu karena Masyarakat Jepang tidak pernah bersentuhan dengan negara-negara Islam akibat isolasi diri, dan begitu mengenal Islam, mereka menerima imformasi dari media barat yang sudah terlanjur menilai Islam adalah agama teroris. Untuk alasan ini saya masih bisa memahami, walaupun masih banyak tanda tanya. Tetapi yang saya herankan mengapa mereka masih mempraktekkan kehidupan beragama seperti masyarakat Jahiliyah, padahal mereka sudah setara dengan Amerika dan negara-negara maju lainnya yang semuanya beragama Kristen ? apalagi kalau melihat sejarah, Misionaris Kristen sudah masuk ke Jepang beberapa abad yang lalu. Bahkan dari data yang ada dapat diketahui betapa banyaknya sekolah-sekolah berbasis Kristen di Jepang. Ini sangatlah mustahil. Tetapi ini adalah fakta. Lembaga-lembaga gereja sudah menghabiskan banyak uang untuk mendirikan sekolah dan fasilitas lainnya, tetapi orang Jepang yang beragama Kristen hanyalah 2-3 % saja dari 130 Juta total Penduduk Jepang. Bagaimana ini bisa terjadi ?
   Dari penelusuran saya, Setidaknya ada tiga hal yang dianggap menjadi penyebabnya masyarakat Jepang sulit menerima Islam selain fakta sejarah yang saya sebutkan di atas. Ini sekaligus menjawab pertanyaan mengapa mereka menolak Islam.
(1) Orang Jepang tidak suka dengan agama yang mempercayai satu tuhan.
Kepercayaan masyarakat Jepang mengenal banyak dewa. Baik dewa-dewa yang disebutkan dalam mitos (naskah kuno kojiki dan nihonshoki), maupun dewa-dewa yang diciptakan sendiri oleh orang Jepang yang berasal dari manusia. Ditambah lagi dengan kepercayaan animism dimana mereka meyakini seluruh benda-benda yang ada di permukaan bumi, seperti batu besar, pohon besar, gunung-gunung dan sebagainya memiliki roh yang apabila tidak dihormati (dipuja dan disembah) akan menimbulkan sesuatu yang tidak baik terhadap manusia. Selain itu, masih ada kepercayaan terhadap roh nenek moyang sebagai warisan dari ajaran konfusius. Masyarakat Jepang sudah merasa nyaman dengan perilaku keagamaan yang mereka praktekkan selama ini. Tahun baru mereka akan berkunjung ke kuil Shinto, meminta berkat dan keselamatan selama satu tahun. Pada musim tanam (musim semi) mereka mengadakan ritual meminta agar hasil panen baik. Pada musim panen (gugur) mereka kembali mengadakan ritual sebagai ucapan terima kasih kepada para dewa yang telah menjaga tanaman mereka. Pada waktu obon, mereka melakukan ziarah kubur menyambut kepulangan roh para nenek moyang, menyantap hidangan khusus, dan sebagainya. Oleh karena itu, mereka akan sangat sulit menerima sebuah kepercayaan yang meyakini satu tuhan seperti Islam. Mereka takut akan kutukan dari leluhur karena tidak mengurusi kuburan, tidak memberikan sesembahan dan sebagainya. Menurut saya ketakutan mereka ini disebabkan karena mereka sama sekali tidak memahami Islam. Mereka berpikir memeluk agama Islam hanya jasad atau ruh saja. Padahal memeluk islam artinya harus secara kaffah atau total. Mereka tidak tahu bahwa ketika seseorang memutuskan memeluk agama Islam, mereka akam kembali ke titik Nol, mereka akan memulai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan dari Nol. Mereka tidak akan terhubung dengan masa lalu (kepercayaan sebelumnya). Mereka tidak perlu lagi mengurusi kuburan seperti sebelumnya. mereka tidak perlu menkhawatirkan kutukan dari leluhur. Mereka akan hidup dengan kepercayaan dan suasana yang baru. Hidup dalam komunitas yang baru. Hidup dengan aturan yang baru yang berorientasi pada masa depan (kehidupan setelah mati). Mereka akan diterima di mana saja ada komunitas Islam. Mereka bisa sholat di mesjid manapun. Karena islam sama di mana saja.
 
(2) Orang Jepang tidak suka diatur oleh Syariat Agama
Kalau kita melihat perilaku beragama orang Jepang, baik orang biasa maupun pendeta Buddha atau Shinto, mereka tidak diwajibkan melakukan harus menjalankan ibadah seperti sholat 5 waktu, puasa, dan sebagainya. Mereka akan pergi ke kuil (Shinto) pada saat-saat tertentu saja. Atau dengan Bahasa yang lebih sederhana, mereka pergi ke kuil sesuka hati. Artinya, jikalau butuh mereka akan pergi ke kuil. Sehingga mereka tidak akan bersedia melakukan kewajiban-kewajiban seperti dalam agama Islam. Hal ini juga berlaku pada pendeta Buddha misalnya. Seharusnya seorang pendeta Buddha harus melakukan pertapaan di gunung tertentu dan ritual lainnya, sehingga mereka mendapatkan predikat seorang biksu. Mereka tidak boleh memakan daging sapi. Tidak boleh menikah. Tetapi semua dilanggar oleh pendeta Buddha Jepang. Akibatnya, pendeta Buddha dari Thailand tidak bersedia masuk dan beribadah di kuil Buddha Jepang. Mereka menganggap Buddha Jepang bukanlah agama Buddha. Sehingga tidak heran mereka akan muntah bila mendengar islam harus sholat 5 waktu satu hari, harus puasa selama satu bulan penuh, tidak memakan daging babi, daging yang tidak disembelih secara islam, tidak minum alkohol dan sebagainya.
 (3), Orang Jepang menerima imformasi tentang Islam dari negara barat, bukan dari negara-negara Islam.
Sejarah memang mencatat, Jepang adalah salah satu negara yang tidak pernah di jajah. Mereka seolah-olah memiliki dunia sendiri. Selama lebih dari 250 tahun mereka menutup diri dari pengaruh luar. Salah satu alasannya adalah guna menjaga system yang ada dari pengaruh luar, terutama pengaruh Kristen. Akibatnya mereka tidak bersentuhan dengan negara lain, terutama negara-negara timur tengah. Setelah restorasi Meiji, Jepang membuka mata dan mereka terkejut melihat negara-negara barat jauh lebih maju. Akhirnya mereka berusaha mengejar ketertinggalan dengan cara mengirimkan banyak pelajar ke Barat untuk menimba Ilmu dan pulang untuk memajukan Jepang. oleh karena sejak awal mereka menganggap Barat adalah dunia yang maju, sehingga mereka percaya apapun imformasi dari barat adalah akurat. Termasuk imformasi tentang Islam yang umumnya mereka peroleh dari Amerika. Sudah sama kita ketahui Amerika sangat alergi dengan Islam. Mereka berusaha melemahkan islam melalui media. Sehingga banyak kebohongan-kebohongan yang mereka suarakan dan itu diterima bulat-bulat oleh Amerika, tanpa menelusuri kebenarannya. Akibatnya Jepang ikut-ikutan alergi terhadap Islam.
  Fakta diatas sangatlah ironis mengingat Jepang selalu mengaumkan slogan globalisasi. Menurut saya globalisasi yang dimaksud oleh Jepang adalah penguasaan Bahasa Inggris. Padahal ruang lingkup globalisasi bukan hanya Bahasa Inggris semata, tetapi bagaimana upaya untuk dapat bergaul dengan mereka yang datang dari berbagai negara di dunia, termasuk negara-negara Islam, atau negara berpenduduk mayoritas Islam seperti Indonesia. salah satunya harus mempelajari Islam.
[ Read More.. ]